Suasana
dingin di pagi hari dengan guyuran air hujan yang begitu deras tidak seperti
hari-hari sebelumnya. Begitupun jantungku kali ini berdegup begitu kencang tak
seperti biasanya. Hari ini hari sabtu dimana rapor selama 1 semester di sekolah
akan segera guru berikan kepadaku. Aku tak yakin nilai semester kali ini lebih
bagus dari semester sebelumnya. Begitupun peringkat di kelas yang dulu selalu
meraih peringkat 5 besar. Entah untuk semester ini, aku pasrah.
Gerbang
sekolah terbuka lebar untukku, tak sembarang orang bisa memasukinya. Aku
merupakan manusia paling beruntung yang telah Allah pilih untuk sekolah di
sekolah favorit ini. Banyak orang yang mendaftar, namun keberuntungan tak
berpihak kepadanya. Oleh karena itu aku harus berprestasi di sekolah.
Dengan
tas ransel berwarna ping, baju seragam yang rapih, aku siap menerima sebuah
kenyataan baik maupun buruk sekalipun. Jujur didalam hati yang paling dalam aku
mungkin tak sanggup jika kenyataan buruk menghampiriku. Lantunan doa mulai
rajin aku panjatkan kali ini 1 doa saja yang ingin terkabul “Yaa Allah, jika
hasil tak sesuai harapan. Maka, bantu aku agar bisa menerimanya dan mampu
memperbaikinya. Aamiin” Aku sadari selama semester ini banyak penurunan
prestasi di kelas, tidak hanya usaha yang minim, doa yang ku panjatkanpun sama
minimnya. Kurang dekat dengan sang Maha Pencipta ketika itu aku rasakan entah
apa yang membuatnya begitu, Yaa Allah ampunilah aku.
Didepan
kelas sudah banyak teman yang sedang menanti kedatangan wali kelas dengan
membawa rapor anak muridnya. Mungkin bagi sebagian orang, ini merupakan momen
penentuan yang mendebarkan sama sepertiku. Tapi, bagi sebagian orang lagi itu
merupakan momen yang mereka tunggu-tunggu, bukan nilai yang mereka harapkan
melainkan jika rapor sudah di bagikan maka itu tandanya libur panjang akan
segera tiba. Tingkah laku teman sekelas mulai berbeda ada yang menyendiri
merenung dengan jantung yang berdebar, ada yang memilih mencari hiburan agar
ketegangan tak terlalu mengganggunya dan ada juga yang santai tanpa beban.
Aku
memilih duduk di dalam kelas sendiri, hati ini sedikit berbeda dengan pembagian
rapor sebelumnya, untuk kali ini ada sedikit ketenangan di dalam hati ya
walupun banyaknya ketegangan. Berbeda dengan semester lalu ketegangan sangat
menggangguku panas dingin bahkan hinggap ditubuhku. Sepertinya, ada sesuatu
yang harus siap aku terima.
Guru
yang telah kami tunggupun datang dengan membawa setumpukan kertas nilai akhir
kami. Peringkat kelas dari 1 sampai 10 mulai di umumkan. “Tidak ada yang tak mungkin bagi Allah, aku yakin bisa saja Allah
merubah peringkatku dari rangking terbawah ke rangking teratas, aku yakin”
ketus ku didalam hati. Peringkat 1,2,3,4 bukan milikku dan akhirnya guruku mengatakan
aku masuk ke peringkat 5. Juara bertahan “Alhamdulillah” syukurku.
Entah
kenapa walaupun peringkat kelas sudah di umumkan dan aku termasuk ke dalam 5
besar, maka itu tandanya nilaiku bagus semua, tapi di dalam hati ini, ada
sesuatu yang mengganjal. “Sepertinya ada
yang salah dalam penyebutan rangking” ucapku dalam hati. Rapor mulai
dibagikan sesuai urutan rangking. Tapi,ketika urutan ke 5 bukan namaku yang di
sebutnya “Mungkin terlewat” aku
berhusnuzon. Ketika urutan ke 9, namaku di sebut. “Jadi aku rangking 5 atau 9?” batinku semakin penasaran.
Agar
informasi tak simpang siur aku beranikan diri bertanya kepada guruku “Pak boleh
dilihat urutan rangkingnya?” tersenyum ramah.
“Boleh lihat saja” katanya
Di atas meja terdapat 2 kertas, antara kertas
satu dan dua, keduanya tidak sinkron. Di kertas pertama urutanku ada di ke 9
sedangkan di kertas ke 2 urutanku berada di peringkat 5.
“Pak kok beda sih?” sambil menataap
kebingungan
“Oh iya, itu beda versi, kertas pertama itu
versi pak Indra sedangkan kertas ke 2 itu versi bapak” katanya menjelaskan.
Aku
bingung jadi mana yang benar? Peringkat 5 atau 9. Ternyata eh ternyata jumlah
nilai aku dengan teman sebangku nilainya sama. Kok bisa gitu sedangkan dia
tidak masuk ke 10 besar.
Sekarang aku tahu, itu merupakan scenario
Allah dan doa ku terkabul. Doa pertama aku minta agar Allah membantuku agar
menerima hasil sekalipun itu buruk. Allah kabulkan dengan memberikannya secara
perlahan seperti yang telah aku
ceritakan sebelumnya, aku dibuat Allah bahagia, lalu ada sinyal aneh di dalam hati
yang membuatnya tidak terlalu percaya bahwa aku peringkat ke 5 di kelas. Lalu,
aku buktikan dengan bertanya kepada guru dan ternyata peringkatku ke 9 itu
tandanya nilaiku turun dari semester sebelumnya. Dan katanya ada 2 versi
rangkiing yang berbeda. Karena itu aku tidak terlalu terkejut ketika nilai ku
turun.
Doa kedua agar Allah merubah peringkat yang
ada di kertas. Allah kabulkan dengan cara peringkat kelas terdapat 2 versi.
Yaitu kertas pertama yang merupakan hasil hitungan kurukulum dan kertas kedua
hasil hitungan wali kelas. Secara tidak langsung maka setelah ada hasil
pertama, wali kelas ku menghitung kembali nilanya dengan peringkat yang
berbeda. Allah kabulkan doa itu, jadi ada sedikit keslahan ketika doa kedua
dilantunkan seharusnya bukan peringkat yang ada di kertas yang berubah tapi
nilai-nilai diraporlah yang seharusnya aku minta ubah supaya lebih bagus dan
otomatis peringkatpun naik.
Kisah nyata yang membuatku lebih bertanbah
keyakinanku atas dahsyatnya kekuatan doa.
“Dan
apabila hamba-hambaKu bertanya kepadaMu (Muhammad) tentang Aku, maka
sesungguhnya AKU DEKAT. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi
(Perintah) Ku dan beriman kepadaKu agar memperoleh kebenaran”
(QS.AL-BAQARAH:186)
“Waspada
terhadap qadar (takdir) tidak akan menyelamatkan seseorang. Namun berdoa
bermanfaat bagi takdir yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Oleh karena
itu, hendaklah kalian berdoa, wahai hamba-hamba Allah.” (HR.Ahmad, Ath-thabrani
dan Ahmad dari Muadz r.a)
Semoga bisa mengambil
hikmah dan pelajaran dari kejadia