Rabu, 20 Juli 2016

Dahsyatnya Kekuatan doa 1



            Suasana dingin di pagi hari dengan guyuran air hujan yang begitu deras tidak seperti hari-hari sebelumnya. Begitupun jantungku kali ini berdegup begitu kencang tak seperti biasanya. Hari ini hari sabtu dimana rapor selama 1 semester di sekolah akan segera guru berikan kepadaku. Aku tak yakin nilai semester kali ini lebih bagus dari semester sebelumnya. Begitupun peringkat di kelas yang dulu selalu meraih peringkat 5 besar. Entah untuk semester ini, aku pasrah.
            Gerbang sekolah terbuka lebar untukku, tak sembarang orang bisa memasukinya. Aku merupakan manusia paling beruntung yang telah Allah pilih untuk sekolah di sekolah favorit ini. Banyak orang yang mendaftar, namun keberuntungan tak berpihak kepadanya. Oleh karena itu aku harus berprestasi di sekolah.
            Dengan tas ransel berwarna ping, baju seragam yang rapih, aku siap menerima sebuah kenyataan baik maupun buruk sekalipun. Jujur didalam hati yang paling dalam aku mungkin tak sanggup jika kenyataan buruk menghampiriku. Lantunan doa mulai rajin aku panjatkan kali ini 1 doa saja yang ingin terkabul “Yaa Allah, jika hasil tak sesuai harapan. Maka, bantu aku agar bisa menerimanya dan mampu memperbaikinya. Aamiin” Aku sadari selama semester ini banyak penurunan prestasi di kelas, tidak hanya usaha yang minim, doa yang ku panjatkanpun sama minimnya. Kurang dekat dengan sang Maha Pencipta ketika itu aku rasakan entah apa yang membuatnya begitu, Yaa Allah ampunilah aku.
            Didepan kelas sudah banyak teman yang sedang menanti kedatangan wali kelas dengan membawa rapor anak muridnya. Mungkin bagi sebagian orang, ini merupakan momen penentuan yang mendebarkan sama sepertiku. Tapi, bagi sebagian orang lagi itu merupakan momen yang mereka tunggu-tunggu, bukan nilai yang mereka harapkan melainkan jika rapor sudah di bagikan maka itu tandanya libur panjang akan segera tiba. Tingkah laku teman sekelas mulai berbeda ada yang menyendiri merenung dengan jantung yang berdebar, ada yang memilih mencari hiburan agar ketegangan tak terlalu mengganggunya dan ada juga yang santai tanpa beban.
            Aku memilih duduk di dalam kelas sendiri, hati ini sedikit berbeda dengan pembagian rapor sebelumnya, untuk kali ini ada sedikit ketenangan di dalam hati ya walupun banyaknya ketegangan. Berbeda dengan semester lalu ketegangan sangat menggangguku panas dingin bahkan hinggap ditubuhku. Sepertinya, ada sesuatu yang harus siap aku terima.
            Guru yang telah kami tunggupun datang dengan membawa setumpukan kertas nilai akhir kami. Peringkat kelas dari 1 sampai 10 mulai di umumkan. “Tidak ada yang tak mungkin bagi Allah, aku yakin bisa saja Allah merubah peringkatku dari rangking terbawah ke rangking teratas, aku yakin” ketus ku didalam hati. Peringkat 1,2,3,4 bukan milikku dan akhirnya guruku mengatakan aku masuk ke peringkat 5. Juara bertahan “Alhamdulillah” syukurku.
            Entah kenapa walaupun peringkat kelas sudah di umumkan dan aku termasuk ke dalam 5 besar, maka itu tandanya nilaiku bagus semua, tapi di dalam hati ini, ada sesuatu yang mengganjal. “Sepertinya ada yang salah dalam penyebutan rangking” ucapku dalam hati. Rapor mulai dibagikan sesuai urutan rangking. Tapi,ketika urutan ke 5 bukan namaku yang di sebutnya “Mungkin terlewat” aku berhusnuzon. Ketika urutan ke 9, namaku di sebut. “Jadi aku rangking 5 atau 9?” batinku semakin penasaran.
            Agar informasi tak simpang siur aku beranikan diri bertanya kepada guruku “Pak boleh dilihat urutan rangkingnya?” tersenyum ramah.
“Boleh lihat saja” katanya
Di atas meja terdapat 2 kertas, antara kertas satu dan dua, keduanya tidak sinkron. Di kertas pertama urutanku ada di ke 9 sedangkan di kertas ke 2 urutanku berada di peringkat 5.
“Pak kok beda sih?” sambil menataap kebingungan
“Oh iya, itu beda versi, kertas pertama itu versi pak Indra sedangkan kertas ke 2 itu versi bapak” katanya menjelaskan.
            Aku bingung jadi mana yang benar? Peringkat 5 atau 9. Ternyata eh ternyata jumlah nilai aku dengan teman sebangku nilainya sama. Kok bisa gitu sedangkan dia tidak masuk ke 10 besar.
Sekarang aku tahu, itu merupakan scenario Allah dan doa ku terkabul. Doa pertama aku minta agar Allah membantuku agar menerima hasil sekalipun itu buruk. Allah kabulkan dengan memberikannya secara perlahan seperti  yang telah aku ceritakan sebelumnya, aku dibuat Allah bahagia, lalu ada sinyal aneh di dalam hati yang membuatnya tidak terlalu percaya bahwa aku peringkat ke 5 di kelas. Lalu, aku buktikan dengan bertanya kepada guru dan ternyata peringkatku ke 9 itu tandanya nilaiku turun dari semester sebelumnya. Dan katanya ada 2 versi rangkiing yang berbeda. Karena itu aku tidak terlalu terkejut ketika nilai ku turun.
Doa kedua agar Allah merubah peringkat yang ada di kertas. Allah kabulkan dengan cara peringkat kelas terdapat 2 versi. Yaitu kertas pertama yang merupakan hasil hitungan kurukulum dan kertas kedua hasil hitungan wali kelas. Secara tidak langsung maka setelah ada hasil pertama, wali kelas ku menghitung kembali nilanya dengan peringkat yang berbeda. Allah kabulkan doa itu, jadi ada sedikit keslahan ketika doa kedua dilantunkan seharusnya bukan peringkat yang ada di kertas yang berubah tapi nilai-nilai diraporlah yang seharusnya aku minta ubah supaya lebih bagus dan otomatis peringkatpun naik.
Kisah nyata yang membuatku lebih bertanbah keyakinanku atas dahsyatnya kekuatan doa.
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadaMu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya AKU DEKAT. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a  kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (Perintah) Ku dan beriman kepadaKu agar memperoleh kebenaran” (QS.AL-BAQARAH:186)
“Waspada terhadap qadar (takdir) tidak akan menyelamatkan seseorang. Namun berdoa bermanfaat bagi takdir yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Oleh karena itu, hendaklah kalian berdoa, wahai hamba-hamba Allah.” (HR.Ahmad, Ath-thabrani dan Ahmad dari Muadz r.a)

Semoga bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar