Kamis, 15 September 2016

Dear Ayah dan Ibu…

Dear Ayah dan Ibu…
 

Ayah, Ibu aku tahu engkau berharap banyak kepadaku. Engkau berharap aku bisa mengangkat drajatmu.  Entah mengangkat drajat dimana. Akhiratkah atau duniakah? Tentu yang kalian maksud pasti keduanya. Ayah, Ibu jika boleh jujur, hari-hariku penuh dengan ketakutan. Yaa ketakutan akan masa depanku. Aku takut kelak mengecewakanmu. Di rumah aku tidak banyak bicara, tidak pernah menceritakan keluh kesah selayaknya teman-temanku bercerita kepada orangtuanya. Bukan tidak mau, hanya saja aku takut, takut menambah beban pikiranmu. Jika tidak bisa memberikan kebahagian kepadamu setiap harinya. Maka, cukuplah bagiku untuk tidak menambah beban pikiranmu.

Ayah, Ibu aku tahu sudah cukup banyak air mata yang kau tumpahkan, sakit hati yang kau rasakan. Allah berikan ujian melalui salah satu anak laki-lakimu. Tapi, menurut penilaiaku engkau lulus melewatinya. Aku yang setiap hari melihat tingkah laku anakmu terhadap dirimu dan sikapmu yang lemah lembut penuh kesabaran kau balaskan kepadanya. Memang benar kasih ibu dan Ayah sepanjang masa. Seberapa keji pun perlakuan anakmu kepada dirimu, namun memaafkan adalah pilihanmu.

Ayah, Ibu aku tahu kekecewaan yang mendalam pernah kau rasakan bahkan mungkin saat ini masih kau rasakan. Maka dari itu aku tidak mau memberikan kekecewaan untuk kesekian kalinya. Jika saat ini masih kau rasakan kekecewaan itu, maka kelak doakan aku agar bisa menghapusnya dan mengubahnya menjadi suatu kebanggaan.
Ayah, Ibu jika kau telah banyak mendengar tentang diriku. Entah baik atau buruknya. Percayalah, aku tidak seburuk apa yang mereka katakan dan tidak pula sebaik apa yang mereka beritakan. Aku hanya seorang anak perempuan yang mencoba berhijrah, berproses menuju predikat shalihah. Terkadang aku merasa jenuh ketika melewati proses itu. Meresa tidak berguna dan merasa sia-sia. Merasa tidak ada hasil dalam suatu proses yang aku lewati. Tapi sekarang aku sadar, hasil memang tidak sepenuhnya dirasakan oleh diri. Tapi perubahan yang dirasakan oleh pemerhati tentunya Allahu Robbi yang mengetahui akhir dari prosesku nanti. Aku yakin Allah maha adil..

Ayah, Ibu aku tak secerdas temanku yang pandai berorasi. Aku hanya seorang anak perempuan yang pendiam tidak banyak bicara. Di sekolah aku tak seberani mereka. Ketika seseorang menyapa, aku hanya bisa tersenyum. Bukan bisu hanya saja memang pembawaanku seperti itu. Aku tahu engkau lebih paham sifat dan sikapku. Maka dari itu,  bisa dikatakan aku memiliki masalah dalam hal berinteraksi dan berkomunikasi. Untuk merubahnya sangat mudah cukup berlatih. Namun,  Lagi-lagi rasa takut yang menghalangi suatu perubahan yang akan aku jalani.

Ayah, Ibu, menurut guruku sukses itu tergantung pada attitude atau sikap. Untuk menjadi pengusaha butuh keberanian sedangkan aku tidak punya itu. Untuk menjadi seorang guru butuh percaya diri dan cerdas tidak hanya mampu mengisi soal, lagi-lagi untuk hal itu aku tidak punya. Jika di bilang bodoh, aku tidak bodoh aku termasuk siswa berprestasi di kelas hanya saja aku tidak berani, kurang percaya diri dan satu hal yang menghalangi yaitu rasa takut, takut hal yang aku lakukan salah.

Tapi, Ayah, Ibu aku percaya semua itu akan terkalahkan dengan doa yang selalu engkau panjatkan. Sepenakut apa pun aku, seburuk apa pun attitude yang ku miliki dan sudah berusaha semampuku untuk merubahnya. Aku yakin jika engkau meridhoi aku sukses, maka Allah pun begitu. Bagi Allah kun fayakun, jadilah, maka jadilah.. “Ridho Allah tergantung pada ridho orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orantua” Maka Ayah, Ibu begitu mulianya engkau sehingga dalam kalimat indah yang berasal dari Allah dirimu selalu disandingkan dengan-Nya.

Ayah, Ibu doakan aku agar kelak sukses dunia dan akhirat. Kini hanya doamu yang membuatku semakin yakin.. Sukses melalui jalan manapun asalkan Allah ridho, orangtua ridho, suatu kesuksessan yang aku senangi dan tentunya bermanfaat bagi umat. J aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar