Rabu, 12 Agustus 2015

Cerpen "Aku Tak Mau Pulang" karya Lia


Ini nih tugas B.Indonesia. disuruh bikin cerpen..


Aku Tak Mau Pulang
(Lia Siti Aulia)

Tepat pukul 06.30. Kami semua telah berkumpul di suatu gang kecil, tempat  yang telah ditentukan sebelumnya. udara pagi begitu dingin terasa menusuk pori-pori kulit, kabut putih menyelimuti seiisi kota. Suasana jalan raya yang tampak masih lengang jauh dari keramaiian.  Tak telihat para karyawan pabrik yang berbondong-bondong memasuki angkutan umum dan tak terlihat pula para pelajar dengan jinjingan tas berisikan buku yang begitu tebal. Memang ketika itu hari libur lebaran, mungkin orang -orang masih sibuk berkumpul dengan keluarganya menikmati kebersamaan silaturahmi. Tidak  lama kami menikmati sejuknya pagi hari. Udara panas mulai kami rasakan,  debu-debu yang berterbangan, dan asap kendaraan yang menggangu pernapasan dan sampah-sampah yang berserakan. Oleh karena itu kami rindu akan alam, rindu akan hijaunya dedaunan dan jernihnya air sungai. Kami pun berencana  pergi menelusuri  hutan-hutan mencari tempat yang bisa melepaskan kejenuhan.
          Lantunan do’a mengantarkan kami pergi, pergi sejenak meninggalkan keramaian kota. Begitu jauh perjalanan kami, namun itu tak masalah. Kampung demi kampung kami lalui, sapaan ramah orang-orang disetiap perjalanan kami tanggapi. Memang benar warga Indonesia itu terkenal dengan keramah tamahannya. Namun, menurutku zaman sekarang hanya segelintir orang saja yang seperti itu. Mungkin orang-orang yang  tinggal diperkampungan yang masih menjaga budaya itu.  Masyarakat diperkampungan masih menjaga adat istiadat dan  kekeluargaannya. Sungguh bahagia ketika aku melihat ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak sedang berkumpul di halaman rumah, mereka bercanda tawa begitu akrab, rumah-rumah yang saling berjauhan, memiliki halaman luas namun tanpa batas.  Tak seperti di kota setiap rumah dibatasi dengan besi bahkan baja dan lain sebagainya.
“Mau kemana neng” sapa salah satu warga
“Mau ke air terjun bu ke hutan sana” jawab ku
“Oh hati-hati ya neng”
“oh iya bu, terimakasih. Mari!”
“iya”
Panasnya matahari membakar seluruh kulit kami, keringat mulai bercucuran bukti kami berjalan kaki begitu jauh. Dikejauhan terlihat hijaunya dedaunan.
Kami semua berlari menghampirinya. Iya kami 8 gadis dan 2 laki-laki. Tia, Caca, Ami, Helmi, Yuni, Anis, Ismi, Sri, Dani dan Heri kami semua adalah penjelajah alam disetiap kesempatan kami semua sering menghabiskan waktu  di alam. Dengan perbekalan seadanya kami siap pergi ke alam bebas, siap dengan  tas dipunggung berisikan makanan ringan, air mineral dan peralatan shalat. hanya itu saja yang kami bawa dan tak lupa sebuah kamera seadanya untuk mengabadikan semua moment  begitu bersahabatnya alam dengan kita.
          Udara sejuk mulai begitu terasa, kami berlari menghampiri pepohonan, kami semua memasuki hutan.  Burung-burung bernyanyi dan dedaunan pun menari-nari seperti menyambut kedatangan kami. Sejenak kami beristirahat di bawah pohon bringin yang begitu lebat,  ada sekitar 2 km lagi perjalanan yang harus  kami  tempuh menuju  tempat tujuan. Setelah beristirahat dan berselfi-selfi ria kami pun mulai melanjutkan perjalanan.
          Suasana mulai sepi  tak ada lagi rumah-rumah di setiap perjalanan, tak ada suara kendaraan bermotor dan tak ada pula orang-orang. Begitu sepi, hanya indahnya pepohonan dan rumput-rumput liarlah yang memanjakan mata kami. Terjalnya perjalanan kami lalui bersama. Tidak ada lagi jalan aspal. Tanjakan dan turunan membuat kaki kami lelah. Lumpur-lumpur mebuat sandal dan sepatu kami menjadi lebih berwarna. Sesekali aku terjatuh seakan-akan tak kuat untuk melanjutkan perjalanan, tapi rasa itu hilang ketika sahabat itu ada.
“Ayo Tia sebentar lagi kita sampai, jangan menyerah ayo semangat”  Ami menyemangati sambil mengulurkan sebelah tangannya.
“Iya ayo semangat”  yang lain pun menyemangati.
Aku pun tersenyum dan kembali melanjutkan perjalanan.
          Perjalanan terus kami nikmati, lembah dan sungai kami lewati tak terasa gemericik jatuhnya senyawa hydrogen dan oksigen yang bereaksi menjadi air terdengar  pelan, perlahan kami dekati suara itu semakin jelas dan jelas dan kemudian terlihat sungguh indah air terjun, dengan bebatuan besar yang menghiasinya. Kami semua bersorak gembira, rasa lelah, kaki sakit semua terbayar dengan keindahan ciptaan Tuhan. Namun ada sedikit kekecewaan yang aku rasakan banyaknya sampah yang berserakan di tepi sungai, mungkin bekas para wisatawan atau orang-orang yang mengakui dirinya sebagai pecinta alam. Entahlah siapa dia. Kami mencoba membersihkannya dengan peralatan seadanya.
          Aku pandangi keindahan air terjun, mata tak mau berkedip dan aku hanya bisa berdiri memandanginya. “Hei ayo kita duduk di batu besar sana, jangan berdiri terus dong pegel nih”
“o oh iya ayo” jawabku.
Kaki mulai melangkah memasuki dinginnya air jernih, batu-batu licin yang kadang kita harus berhati-hati  terhadapnya. Lengah sedikit akibatnya bisa fatal, baju basah dan tentu apabila sedang menggendong tas, tasnya basah dan isinya pun tentu ikut basah. Dan yang parah lagi tentu akan ada luka yang membekas.
          Kami letakan tas di atas batu besar, teman-teman langsung meghampiri air yang jatuh begitu deras. Sedangkan aku masih tertegun memandangi indahnya air terjun sungguh indah dengan pohon-pohon besar disekelilingnya. “AKU TAK MAU PULANG”  tiba-tiba bibirku mengeluarkan sebuah kalimat itu.
“Tia cepat kesini” Panggil yani sahabatku
“Enggak mau ah dingin” Jawabku
“Ah kamu gak seru, sini cepet kita foto-foto”
Karena tidak mau meninggalkan moment yang begitu indah dan memang jarang sekali kami temuai akhirnya aku pun mau menghampirinya dan berfoto-foto mengabadikan kebersamaan kami dengan alam.
          Waktu menunjukan pukul 12.00 shalat dzuhur sudah waktunya. Kami memutuskan shalat di alam. Kami semua shalat berjamaah saat itu begitu nikmatnya berdekatan dengan Allah di alam bebas. Angin sepoi-sepoi dan suara burung yang berkicaun menambah keromantisan ini dengannNya.
          Setelah banyak berfoto, menghabiskan makanan ringan bersama bahkan bercerita-cerita di alam bebas bersama sahabat, waktu pulang pun telah tiba sekitar pukul 13.00 WIB.
“Yuk kita pulang mulai sore nih” kata Heri.
“Ih nanti dong bentar lagi” Jawab Ismi
“Iya nih masih betah aku gak mau pulang” Jawabku
“Gak mau pulang? Mau nginep disini?”
“Ya kalo memang memungkinkan yah pengen heheh” Jawabku bercanda
“Udah ayo pulang” Ajak Dani sambil pergi meninggalkan air terjun.
“Ya sudah ayo” Jawab kami kompak
          Kaki ini kaku tidak mau melangkah, perasaaan pun tidak enak entah apa yang akan terjadi. Aku masih terdiam di tempat sedangkan teman-teman sudah mulai berjalan meninggalkan tempat yang indah ini.
“Tia ayo cepat” suara teriakan Ami
Aku pun memaksakan kaki ini untuk melangkah, menghampiri teman-temanku. Diperjalanan kami bercanda, bernyanyi dan tertawa bersama. Jalan terjal, naik turun penuh lumpur pun kembali kami temui. Tapi ada sedikit berbeda dengan jalan yang kami lewati. Sebelumnya  kami melewati suatu sungai yang jernih airnya. Namun, sungaai itu tak kami temui setelah kami berjalan begitu jauh. Sungai itu lah yang menjadi tanda bahwa kami sudah mulai memasuki perkampungan. Kami coba terus berjalan, namun tak kunjung kami temui. Kami mencoba tenang, terus berdo’a dan menguatkan satu sama lain.
“Kok sungai nya gak muncul-muncul sih” Kata Caca
“Jangan-jangan kita tersesat” Kata Anis
“Sssst ah jangan bilang gitu, kita kan belum nyampe pohon bringin. Nah kalo kita udah nyampe pohon itu sungai pasti ada dan kalo sungai ada berarti kita nyampe ke perkampungan, kalo udah nyampe ke perkampungan, nyampe deh ke kota dan kalo undah nyampe kota kita nyampe deh ke rumah. Iya gak?”
“Tapi kok kita udah jalan jauh banget sekarang udah jam 17.00 wib. Udah sore banget, mana belum shalat ashar kan?”
“Teman-teman” kata Dani
“Ada apa Dan?” Jawabku
“Kita bener-bener tersesat”
“Hah? tersesat? Terus kita gimana? Masa nginep di hutan?”
“Bukannya itu mau kamu yah? Katanya tadi bilang kamu gak mau pulang dan pengen nginep di hutan. Sekarang kita beneran nginep di hutan. Puas?” Jawab Anis begitu sinis kepada ku
“Tapi…” Jawabku ragu
“Tapi apa?” Anis menimpali
“Sudah-sudah gak usah berantem, gak ada gunanya. Kita belum shalat asharkan? Sekarang kita shalat dulu. Perbekalan air kalian masih ada kan? Wudlu nya pake air itu. Ayo cepet.” Perintah Heri.
Kami pun segera beribadah dan meminta pertolongan kepada Allah. Setelah shalat kami hanya bisa terdiam dan berdo’a. kami tidak melanjutkan perjalanan karena jika kita terus berjalan tanpa arah dan tujuan semakin jauh kita tersesat. Kami semua berdoa.
 Tepat pukul 17.30 wib.
“Sedang apa kalian nak?”
“Kami terseasat pak. Kami udah dari air terjun sana dan pas kami mau pulang ternyata kami salah jalan pak. Tolong kami pak”
“Emang rumah kalian di daerah mana?”
“Di kota Mawar pak”
“Ya sudah mari saya antarkan kalian, kebetulan saya sudah selesai tugas mau pulang juga ke daerah itu” Jawab petugas hutan.
“Alhamdulillah terimakasih banyak pak”
“Iya sama-sama nak. Ayo”
Perasaan kami begitu bahagia. Wajah kami mulai sumringah ketika petugas kehutanan datang tak diduga. Setelah kami berdo’a inilah cara Allah menolong hambanya. Kami pulang sampai rumah dengan selamat.
“Terimakasih pak, semoga kebaikan Bapak di balas oleh Allah swt”
“Aamiin, iya sama-sama, lain kali kalo mau kehutan lagi hati-hati yah ingat-ingat jalannya. Jangan sampai tersesat lagi. Dan Bapak harap kalian bisa bantu Bapak buat jaga hutan di Indonesia.”
“Iya pak insyaAllah” Jawabku
Karena Allah kita bisa selamat. Allah pun berfirman “…. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a  kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (Perintah)Ku  dan beriman kepadaKu agar memperoleh kebenaran” (QS.AL-BAQARAH:186)
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar